Jakarta,
LiputanINDO.com -
Kementerian Perindustrian terus memacu kesiapan sektor manufaktur nasional
dalam memasuki era industri 4.0. Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0,
lima sektor yang sedang diprioritaskan pengembangannya, yaitu industri makanan
dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia.
“Kami telah menyusun
Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0), yang merupakan indeks acuan
bagi industri dan pemerintah dalam mengukur tingkat kesiapan industri
bertransformasi menuju industri 4.0 di Indonesia,” kata Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara di Jakarta,
Selasa (19/3).
Salah satu tahapan untuk
menyosialisasikan dan menerapkan INDI 4.0, Kemenperin aktif menggelar Workshop
Self Assessment INDI 4.0. Kali ini, kegiatan tersebut diikuti sebanyak 100
peserta yang meliputi 50 peserta dari sektor industri makanan minuman serta 50
peserta dari sektor industri elektronika.
Sebelumnya, Kemenperin
telah menyelenggarakan lokakarya tersebut, dengan mengundang 112 perusahaan
yang mewakili lima sektor manufaktur prioritas industri 4.0. Agenda serupa akan
terus dilanjutkan.
“Workshop Self
Assessment INDI 4.0 ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam mengukur
kesiapannya industri dalam melakukan transformasi menuju industri 4.0,” terang
Ngakan. Selain itu, diharapkan para peserta akan tergambarkan mengenai posisi
kesiapan industrinya saat ini.
“Dari assessment INDI
4.0 ini, akan diberikan award 4.0 kepada industri yang telah mencapai level
tertentu dan memiliki journey industri 4.0 di perusahaannya,” imbuhnya.
Nantinya, tim Kemenperin melakukan kunjungan terhadap perusahaan yang masuk
dalam kategori tersebut sebagai kandidat penerima award 4.0. Pemberian
penghargaan bakal diserahkan saat peluncuran INDI 4.0.
“INDI 4.0 ini rencananya
di-launching secara resmi oleh Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto dalam acara bertajuk Indonesia Industrial
Summit 2019 pada tanggal 4-6 April 2019 di ICE, BSD Serpong,” papar Ngakan.
Sejak diluncurkannya
Making Indonesia 4.0 oleh Presiden Joko Widodo pada April 2018, Kemenperin telah
menghasilkan beberapa kebijakan strategis dalam upaya implementasi program
prioritas peta jalan tersebut, antara lain perumusan insentif fiskal berupa
Super Deductible Tax untuk perusahaan yang berinvestasi melaksanakan kegiatan
litbang inovasi serta pendidikan dan pelatihan vokasi.
Selanjutnya, menelurkan
program e-Smart IKM memanfaatkan e-commerce melalui marketplace sehingga dapat
memperluas pasarnya. “Kami juga terus mendorong kegiatan rekayasa litbang dan
memfasilitasi pembangunan pusat inovasi industri4.0,” imbuhnya.
Kemenperin pun melakukan
penunjukkan Lighthouse of Industry 4.0 sebagai upaya pemilihan
perusahaan-perusahaan champion pada masing-masing sektor prioritas untuk
menjadi percontohan penerapan teknologi industri4.0. Kemudian, melaksanakan
pelatihan untuk mencetak manager dan tenaga ahli transformasi industri 4.0,
serta saat ini proses perumusan INDI 4.0.
Sebelumnya, Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan hasil riset McKinsey, Indonesia
menempati posisi kedua sebagai negara dengan optimisme tertinggi dalam
menerapkan industri 4.0, yakni sebesar 78%. Di atas Indonesia terdapat Vietnam
sebesar 79%, sedangkan di bawah Indonesia ditempati Thailand sekitar 72%,
Singapura 53%, Filipina 52% dan Malaysia 38%.
“Survei ini dilakukan
kepada supplier teknologi dan manufaktur di Asean. Dari jawaban mereka,
sebanyak 93 persen mengatakan bahwa industri 4.0 adalah peluang, kemudian
tingkat kesadaran untuk menerapkan sebesar 81 persen, dan pertumbuhan dalam
optimisme 63 persen,” paparnya.
Riset McKinsey juga
menunjukkan, industri 4.0 akan berdampak signifikan pada sektor manufaktur di
Indonesia. Misalnya, digitalisasi bakal mendorong pertambahan sebanyak USD150
miliar atas hasil ekonomi Indonesia pada tahun 2025. Sekitar seperempat dari
angka tersebut, atau senilai USD38 miliar, dihasilkan oleh sektor manufaktur.
“Industri manufaktur
selama ini konsisten menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Ini dilihat dari kontribusi besarnya terhadap produk domestik bruto (PDB) yang
mencapai lebih dari 19 persen,” ungkap Airlangga.
Untuk itu, guna
mengoptimalkan kinerja industri manufaktur nasional, diperlukan upaya
akselerasi penerapan teknologi digital. Adapun teknologi yang menjadi penentu
keberhasilan pada adaptasi industri 4.0, antara lain Internet of Things, Big
Data, Cloud Computing, Artificial Intelligence, Mobility, Virtual and Augmented
Reality, sistem sensor dan otomasi, serta Virtual Branding. (SP Kemenperin RI/*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar